Latihan 2

Teks latihan 16 November – 14 Desember 2015. Silakan terjemahkan untuk berlatih sendiri, lalu bandingkan hasil terjemahan Anda dengan ulasan yang ditayangkan.

My parents were deadset against me getting married before I graduated from university because they wanted me to focus on my studies. Engaged was fine. Married would have to wait. I agreed. I didn’t want to settle down before I graduated. I wanted to start working, enjoy financial independence, travel. Work out who I was and what I wanted in life.

I had no objection to meeting someone and getting engaged. I had it all planned out: fall hopelessly in love with someone at university — maybe through the Islamic or Turkish Society, or with somebody in the same faculty as me — and then enjoy a couple of years of engaged bliss (everybody I know who’s married says engagement is like an extended honeymoon). In other words, I’d have a fiancé who took me out, spoilt me rotten with chocolates and flowers (I had fantasies of flowers being delivered to me during class on Valentine’s Day) and with whom I could build a collection of memories to share as we grew old together.

Romantic comedies have a lot to answer for.

It didn’t happen. Well, I did fall for a guy, Seyf, and he wanted to take things to the next level, but it didn’t work out. I met plenty of guys after Seyf, but I soon realised we had little in common, or that they were really interested in my friend, or that they wanted me to be more traditional (like Kamil, who admired the fact that I was studying but thought it was ultimately unnecessary, given my place was in the home), or less religious (like Mohamad, aka ‘Alan’, who preferred it if I drank, went nightclubbing and sneaked away with him to the Central Coast for a long weekend).

291 kata, diambil dari No Sex in the City, Randa Abdel-Fattah

46 thoughts on “Latihan 2

  1. Selamat Siang Ibu Femmy,
    Perkenalkan, saya Ulfi. Terimakasih sudah berbagi di blog anda. Saya mencoba untuk menerjemahkan teks tersebut dan berikut hasilnya :

    Orangtuaku setengah mati menentangku menikah sebelum aku lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Bertunangan tidak menjadi soal. Pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kemandirian finansial, dan melakukan perjalanan. Mencari tahu siapa diriku dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk bertemu seseorang dan bertunangan dengannya. Aku telah merencanakan segalanya: Jatuh cinta setengah mati pada seseorang di kampus – mungkin melalui perkumpulan mahasiswa islam atau turki, atau dengan seseorang yang berada dalam satu fakultas denganku – kemudian menikmati beberapa tahun kebahagiaan bertunangan (semua orang yang telah menikah yang kukenal mengatakan pertunangan seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, Aku memiliki tunangan yang membawaku pergi, memanjakanku dengan coklat dan bunga-bunga (aku memiliki fantasi tentang bunga-bunga yang dikirimkan padaku saat aku berada di kelas di hari valentine) dan dengannya aku dapat membangun banyak kenangan untuk diceritakan saat kami beranjak tua bersama.

    Komedi romantis memiliki banyak jawaban untuk hal ini.

    Hal itu tidak terjadi. Baiklah, aku jatuh cinta pada seorang laki-laki, Seyf, dan dia dia ingin membawa segala sesuatunya ke level berikutnya, tetapi tidak berhasil. Aku bertemu dengan banyak laki-laki setelah Seyf, tapi segera aku menyadari bahwa kami memiliki sedikit kesamaan, atau bahwa mereka benar-benar merasa tertarik pada temanku, atau mereka menginginkanku untuk menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku telah belajar tetapi berpikir bahwa hal itu tidak berguna dan memberikan tempat bagiku di rumah), atau kurang religius (seperti Mohamad, atau yang biasa dipanggil ‘Alan’, yang lebih memilih jika aku mabuk, pergi ke klub malam dan diam-diam pergi dengannya ke Central Coast untuk menghabiskan akhir pekan yang panjang).

    Regards

    Ulfi

    Like

  2. Orangtuaku bersikeras padaku agar tidak menikah dulu sebelum aku lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada kuliahku. Jika bertunangan, tak apa-apa. Tapi, kalau menikah sebaiknya tunggu dulu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum aku lulus nanti. Aku ingin bekerja, menikmati kemandirian finansial, bepergian. Mencari tahu siapa aku sebenarnya dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan jika bertemu seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan segalanya: jatuh cinta begitu mendalam dengan seseorang di universitas—mungkin melalui Komunitas Islam atau Orang Turki, atau dengan seseorang di fakultas yang sama denganku—dan kemudian menikmati beberapa tahun kebahagiaan bertunangan (semua orang yang telah menikah yang aku kenal mengatakan pertunangan itu seperti bulan madu panjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang mengajakku jalan-jalan, memanjakanku dengan hadiah coklat dan bunga-bunga (aku berfantasi tentang bunga yang dikirimkan padaku ketika aku berada di kelas di Hari Valentine) dan bersamanya aku membangun sekumpulan kenangan untuk dibagikan hingga kami tua nanti.

    Drama-drama komedi romantis itu menjadi penyebab khayalanku.

    Itu semua tidak terjadi. Ya, aku jatuh cinta pada seseorang, Seyf, dan dia ingin berhubungan dengan serius, tetapi itu tidak berhasil. Aku bertemu dengan banyak lelaki setelah Seyf, tetapi aku segera menyadari kami memiliki sedikit kesamaan, atau ternyata mereka malah tertarik pada temanku, atau mereka menginginkanku agar lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku bisa kuliah tetapi malah berpikir hal itu akhirnya tidak perlu, tempatku seharusnya berada di rumah), atau seorang yang kurang religius (seperti Mohamad, alias “Alan”, yang lebih suka jika aku mabuk, pergi ke klab malam dan pergi diam-diam dengannya ke Central Coast untuk akhir pekan yang panjang).

    Like

  3. Orang tuaku bersikeras menentang aku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka menginginkan aku fokus pada studiku. Bertunangan boleh saja, tapi untuk menikah aku harus menunggu. Aku setuju. Aku tak ingin menikah sebelum lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati keuangan yang berkecukupan dan berwisata. Mencari jati diri serta mendapatkan apa yang kunginkan dalam hidup.

    Aku tak keberatan bila bertemu seseorang kemudian bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya. Jatuh cinta setengah mati pada seseorang di universitas — mungkin melalui komunitas Islam atau Turki, atau dengan seseorang yang sefakultas denganku — kemudian menikmati kebahagiaan bertunangan selama beberapa tahun (semua pasangan menikah yang kukenal mengatakan bahwa bertunangan itu sama seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang mengajakku jalan-jalan, memanjakanku habis-habisan dengan cokelat dan bunga (aku memiliki fantasi tentang bunga yang dikirimkan kepadaku di kelas pada hari Valentin) yang dengannya aku kukumpulkan kenangan-kenangan untuk dibagi seiring kami menua bersama.

    Film komedi romantik harus bertanggung jawab atas banyak hal.

    Yang kurencanakan tak pernah terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang lelaki. Namanya Seyf, dan ia ingin melanjutkan hubungan kami ke tingkat yang lebih serius, namun tak berhasil. Aku bertemu dengan banyak lelaki setelah Seyf, tapi aku segera menyadari bahwa aku tak memiliki kecocokan dengan mereka, atau mereka hanya benar-benar tertarik pada temanku, atau mereka menginginkan agar aku lebih tradisional (seperti Kamil yang mengagumi fakta bahwa aku belajar di universitas tapi ia berpikir bahwa itu sebetulnya tak perlu, mengingat tempatku seharusnya di rumah), atau menginginkan aku tak terlalu religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’ yang lebih menyukai bila aku minum alkohol, pergi ke kelab malam dan diam-diam menyelinap bersamanya ke Central Coast untuk berakhir pekan.

    Like

  4. Halo, saya mencoba. Saya selalu mengikuti postingan Mbak di Catatan Penerjemah. Kebetulan saya sering melakukan terjemahan cerita dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia (yah, walaupun hanya berupa fanfiksi), jadi saya sering membaca-baca penjelasan Mbak di blog CP. Berikut percobaan terjemahan saya dari sepenggal cerita yg Mbak berikan:

    .
    Kedua orang tuaku menentang keras keinginanku menikah sebelum lulus karena mereka ingin aku berkonsentrasi pada kuliah. Bertunangan tidak masalah. Menikah nanti dulu. Aku sepakat. Aku belum ingin berumah tangga sebelum kuliahku selesai. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, bepergian. Menjadi diriku dan menggapai apa yang ku inginkan dalam hidupku.

    Aku tidak keberatan bertemu dengan seseorang dan bertunangan dengannya. Aku sudah merencanakan semuanya: jatuh cinta setengah mati dengan seseorang yang kutemui di universitas—mungkin lewat komunitas Islam atau komunitas orang-orang Turki, atau dengan seseorang yang belajar satu fakultas denganku—lalu menikmati dua tahun pertunangan yang indah (setiap orang yang kukenal yang sudah menikah mengatakan bahwa pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku ingin punya tunangan yang akan mengajakku berkencan, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku berangan-angan mendapat kiriman bunga saat sedang kuliah di hari Valentin) dan yang mana dengan orang itu aku bisa membangun banyak kenangan yang bisa kami bagi sampai tua.

    Film-film komedi romantis perlu menjelaskan banyak hal.

    Itu tidak terjadi. Ya, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin melanjutkan hubungan kami ke arah yang lebih serius, tapi hal itu tidak berhasil. Aku bertemu dengan beberapa lelaki lagi setelah Seyf, tapi lalu aku menyadari bahwa kami hanya memiliki sedikit kesamaan, atau mereka sebenarnya lebih tertarik pada temanku, atau mereka menginginkanku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumiku karena mengambil kuliah, tapi berpikir bahwa keputusanku itu tidak benar-benar perlu, karena tempatku adalah di rumah), atau kurang relijius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka kalau aku mabuk, pergi ke kelab malam dan menyelinap dengannya ke Central Coast untuk akhir pekan yang panjang).

    Like

  5. Orang tuaku bersikeras melarangku menikah sebelum aku lulus kuliah, mereka ingin aku fokus pada studiku. Bertunangan boleh. Pernikahan harus menunggu. Aku setuju, karena aku tidak ingin berumah tangga sebelum lulus kuliah. Aku ingin bekerja, menafkahi diri sendiri, dan berjalan-jalan. Aku ingin mencari jati diri dan menemukan tujuan hidupku.

    Aku tidak keberatan untuk bertunangan dengan seseorang. Aku sudah punya rencana: jatuh cinta seutuhnya kepada seseorang di kampus – mungkin seseorang dari Komunitas Muslim atau Turki, atau seseorang yang sefakultas denganku – lalu menikmati satu atau dua tahun kebahagiaan dalam pertunangan (semua temanku yang sudah menikah mengatakan pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain aku akan memiliki seorang tunangan yang akan membawaku kencan, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku membayangkan mendapat kiriman bunga di kelas pada Hari Valentine), serta teman membuat berbagai kenangan untuk dibagi saat kami bersama menjadi tua.

    Ini semua akibat film-film komedi romantis.

    Hal itu tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh hati kepada satu lelaki, Seyf. Dia ingin membawa hubungan kami ke tingkat yang lebih serius, tetapi hubungan kami tidak berhasil. Aku berkenalan dengan banyak lelaki setelah Seyf, tapi lalu aku menyadari kalau kami tidak memiliki banyak kecocokan, atau ternyata mereka sebenarnya tertarik kepada temanku, atau mereka ingin aku lebih mengikuti tradisi (seperti Karim yang mengagumi statusku sebagai mahasiswa tapi menganggap aku sebenarnya tidak perlu kuliah, karena tempatku nanti adalah di rumah), atau menganggapku terlalu religius (seperti Mohamad, alias “Alan”, yang ingin aku meminum alkohol, pergi ke klub malam, dan kabur diam-diam bersamanya ke Central Coast pada libur akhir pekan).

    Like

  6. Orang tuaku sepenuhnya menentangku menikah sebelum lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus pada pendidikanku. Bertunangan tidak apa-apa. Pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, bepergian. Menentukan jati diriku dan keinginanku dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya: jatuh cinta setengah mati dengan seseorang saat kuliah—mungkin melalui Perkumpulan Mahasiswa Muslim atau Turki, atau dengan mahasiswa sefakultas denganku—lalu menikmati kebahagiaan bertunangan selama beberapa tahun (semua kenalanku yang telah menikah mengatakan bertunangan sama seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan punya seorang tunangan yang akan mengajakku pergi, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (Aku sering membayangkan menerima kiriman bunga saat kelas berlangsung pada Hari Valentine) serta teman untuk membuat sekoleksi kenangan untuk kami bagi selagi kami tua bersama.

    Ini semua berkat komedi romantis.

    Itu tidak terjadi. Aku memang jatuh cinta dengan seorang pria, Seyf, dan dia ingin melanjutkan hubungan kami ke tahap selanjutnya, tetapi itu tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf tapi aku segera menyadari kami tidak punya banyak kesamaan, atau mereka tertarik dengan temanku, atau mereka ingin aku menjadi lebih tradisional (contohnya Kamil, yang kagum bahwa aku meneruskan pendidikanku tapi berpikir itu tidak perlu karena tempatku adalah di rumah), atau kurang religius (contohnya Mohamad, alias Alan, yang lebih memilih aku minum-minum, pergi ke kelab malam, dan kabur bersamanya ke Central Coast selama akhir pekan panjang).

    Like

  7. Orangtuaku benar – benar serius melarangku untuk menikah sebelum aku lulus dari kampus karena mereka menginginkanku untuk fokus kuliah. Tunangan masih diperbolehkan. Menikah? Tunggu dulu. Aku pun setuju dengan mereka. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum aku lulus. Aku ingin mendapatkan pekerjaan setelahnya, menikmati kebebasan finansialku, jalan – jalan ke berbagai tempat. Mengenal siapa diriku dan apa yang aku inginkan dalam hidup

    Aku tidak keberatan untuk bertemu dengan seseorang dan lalu bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya, benar – benar jatuh cinta dengan seseorang di kampus – mungkin lewat Perkumpulan Mahasiswa Turki atau Islam, atau dengan seseorang yang satu jurusan denganku – dan lalu menikmati beberapa tahun masa pertunangan yang sangat menyenangkan (beberapa kenalanku yang sudah menikah bilang kalau pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku punya tunangan yang akan mengajakku pergi kemana saja, memanjakanku dengan cokelat – cokelat dan bunga – bunga (aku punya fantasi tentang ini, karangan bunga yang akan diantarkan ke kelasku saat Hari Valentine) dan seseorang, yang bersamaku akan membuat banyak kenangan – kenangan sampai kami menjadi tua.

    Komedi romantis benar – benar bertanggung jawab atas semua hal itu.

    Itu sama sekali tidak terjadi. Well, aku memang jatuh cinta pada seorang cowok, namanya Seyf, dan dia ingin membawa hubungan kami ke tingkat selanjutnya, tapi itu tidak berhasil. Aku bertemu banyak cowok sesudahnya, tapi aku lalu menyadari kalau kami kurang cocok, atau mereka sebenarnya lebih tertarik pada teman cewekku, atau mereka menginginkanku untuk berlaku sesuai dengan tradisi (seperti Kamil, yang mengagumi kenyataan kalau aku sedang menempuh masa studi di kampus, tapi baginya sebenarnya itu sama sekali tidak perlu. Ia ingin aku tetap berada di rumah saja), atau tidak terlalu agamis (seperti Mohammad, alias ‘Alan’, yang memilih aku untuk mabuk – mabukan, pergi ke klab malam dan kabur dengannya ke Central Coast saat libur panjang).

    Terimakasih atas kesempatannya untuk berlatih menerjemahkan, Mba Femmy 🙂

    Like

  8. Ikutan ya mba.. makasih sebelumnya

    Orangtuaku dengan tegas melarangku menikah sebelum lulus kuliah agar aku fokus pada studiku. Tunangan boleh saja, namun menikah harus menunggu. Aku setuju saja. Aku memang tidak ingin berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kemandirian finansial, dan bertualang. Aku ingin mengenali diri sendiri dan mengetahui apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang kemudian bertunangan. Aku sudah membayangkannya: jatuh cinta pada seseorang di universitas — mungkin dengan Perkumpulan Mahasiswa Islam atau Turki, atau dengan seseorang di fakultasku — kemudian menikmati tahun-tahun bahagia pertunangan (orang-orang menikah yang aku kenal mengatakan bahwa bertunangan itu seperti perpanjangan bulan madu). Dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang mengajakku berkencan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku punya fantasi seseorang mengirimiku bunga saat aku di kelas di Hari Valentine), dan dengannya aku dapat menjalin kenangan untuk dibagi selagi kami beranjak tua bersama.

    komedi romantis penyebabnya.

    Semua itu tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada cowok ini, Seyf, dan dia ingin membawa hubungan kami ke level selanjutnya. Tapi tidak berhasil. Aku bertemu banyak cowok setelah Seyf, namun dengan segera aku menyadari bahwa kami hanya memiliki sedikit kesamaan satu sama lain, atau bahwa mereka sebenarnya lebih tertarik pada temanku, atau mereka menginginkanku dengan cara lebih konvensional (seperti Kamil, yang kagum karena aku belajar, padahal menurutnya itu sangat tidak perlu mengingat posisiku di rumah), atau yang kurang religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka aku minum-minum, pergi ke diskotik, dan berakhir pekan ke Central Coast bersamanya).

    Like

  9. Saya mau coba belajar, ya mbak… 🙂

    Orangtuaku benar-benar tak setuju jika aku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka menginginkanku fokus terhadap pendidikanku. Tak apa-apa jika bertunangan, tapi jangan menikah dulu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati penghasilanku sendiri dan berwisata. Aku ingin mengembangkan diriku dan menggapai apa yang aku inginkan dalam hidupku.

    Aku tidak keberatan untuk berhubungan dengan seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya: benar-benar jatuh cinta kepada seseorang di kampus – mungkin melalui Himpunan Islam atau Himpunan Mahasiswa Turki, atau dengan orang yang sefakultas denganku – kemudian menikmati kebahagiaan masa-masa tunangan selama beberapa tahun (semua orang yang kukenal yang telah menikah mengatakan tunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan mempunyai seorang tunangan yang mengajakku jalan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku berfantasi ada yang mengirimkan bunga padaku di kelas saat hari Valentine) dan seseorang yang bisa membuat kumpulan kenangan denganku untuk dibagi bersama saat kita beranjak tua.

    Komedi romantis mempunyai banyak pertanyaan yang harus dijawab.

    Hal itu tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin berhubungan secara serius, tapi tidak berhasil. Aku menemui banyak pria setelah Seyf, tapi aku segera menyadari bahwa kami tak mempunyai banyak kesamaan, atau mereka sangat tertarik kepada temanku, atau mereka menginginkanku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil yang mengagumi fakta bahwa aku sedang berkuliah, namun berpikir bahwa itu sama sekali tak perlu karena tempatku berada harusnya adalah di rumah), atau menjadi kurang relijius (seperti Mohamad alias ‘Alan’ yang lebih suka jika aku mabuk, pergi ke klab malam dan menyelinap ke Central Coast bersamanya selama akhir pekan yang panjang).

    Like

  10. Kedua orangtuaku menegaskan untuk tidak menikah sebelum aku menyelesaikan kuliahku karena mereka ingin aku fokus dengan semua mata kuliahku. Pertunangan tidak apa-apa. Pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin menetap sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan financial, berlibur. Menemukan siapa diriku dan apa yang aku ingin temukan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk bertemu dengan sesorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya. Jatuh cinta hingga ku tak berdaya dengan seseorang di tempat kuliah—mungkin melalui Komunitas Islam atau Turki, atau dengan seseorang yang sama fakultasnya denganku —- lalu menikmati indahnya bertunangan selama beberapa tahun ( orang-orang yang kukenal dan sudah menikah bilang pertunangan adalah seperti masa bulan madu yang diperpanjang). Dalam kata lain, Aku punya seorang tunangan yang mengajakku jalan-jalan, sangat memanjakanku dengan coklat-coklat dan bunga-bunga (Aku membayang-bayangkan tentang bunga-bunga yang diantarkan padaku saat di kelas pada Hari Valentine) dan dengan nya aku akan merangkai kenangan-kenangan indah yang akan kita bagi bersama saat kita tua nanti.

    Komedi-komedi romantis punya banyak jawaban untuk itu.

    Ini tidak akan terjadi. Well, Aku pernah jatuh cinta dengan seorang lelaki, Seyf, dan dia ingin mengajakku ke jenjang berikutnya, tetapi itu tidak berjalan lancar. Aku bertemu banyak teman lelaki setelah Seyf, tetapi aku segera menyadari kita punya sedikit persamaan, atau mereka hanya sangat tertarik dengan temanku, atau mereka hanya ingin aku yang lebih tradisional ( seperti Kamil, yang sangat mengagumi bahwa aku sedang kuliah namun berpikir bahwa ini sebenarnya tidak perlu, bahwa nantinya tempatku adalah di rumah), atau yang kurang agamis (seperti Mohamad, alias ‘Alan’ , yang menginginkan aku minum-minuman keras, pergi ke kelab malam dan pergi sembunyi-sembunyi dengan nya ke Central Coast saat libur yang panjang

    Like

  11. Orang tuaku sangat menentangku menikah sebelum aku lulus kuliah karena mereka ingin aku berkonsentrasi pada kuliahku. Bertunangan boleh saja. Menikah harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum aku lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kemandirian finansial, berwisata. Menemukan jati diriku dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk berpacaran dan bertunangan dengan seseorang. Aku sudah merencanakan segalanya. Jatuh cinta setengah mati dengan seseorang dari kampusku. Mungkin melalui Perkumpulan Mahasiswa Islam atau Turki, atau dengan seseorang yang satu fakultas denganku. Kemudian menikmati hubungan pertunangan selama beberapa tahun (semua kenalanku yang sudah menikah mengatakan masa-masa pertunangan seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, akan ada tunangan yang membawaku jalan-jalan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku berkhayal ada seseorang yang mengirimiku bunga pada Hari Valentine saat kelas sedang berlangsung), dan membuat serangkaian kenangan yang dapat kami bagi bersama saat kami tua kelak.

    Itu semua karena kesalahan komedi romantis.

    Itu tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin melangkah ke jenjang berikutnya, tapi itu tidak terjadi. Aku bertemu dengan banyak pria lainnya setelah Seyf, tapi aku segera menyadari bahwa kami tidak memiliki banyak kesamaan, atau mereka sangat tertarik pada temanku, atau mereka ingin aku lebih tradisional (seperti Kamil, yang kagum pada fakta bahwa aku melanjutkan pendidikanku tapi berpendapat bahwa itu sangat tidak perlu karena pada akhirnya tempatku adalah di rumah), atau kurang religious (seperti Mohamad, alias ‘Alan’ yang lebih suka jika aku minum-minum, pergi klubing, dan pergi diam-diam bersamanya ke Central Coast untuk menghabiskan akhir pekan yang panjang.

    Like

  12. Orang tua ku dulunya bersikeras menentang aku untuk menikah sebelum aku menyelesaikan kuliah karena mereka ingin agar aku bisa lebih fokus terhadap pendidikanku. Pertunangan sih tidak masalah. Tapi pernikahan harus menunggu. Aku setuju dengan itu. Karena aku tidak mau tinggal menetap sebelum aku lulus. Aku ingin memulai karir, bisa mandiri dan menikmati penghasilan sendiri, berwisata. Mengerjakan berbagai hal yang sesuai dengan passion dan keinginanku dalam hidup.

    Aku sama sekali tidak keberatan jika nantinya bertemu seseorang dan lalu kami bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya: dimabuk cinta dengan seorang laki-laki di kampus – mungkin dari lingkup masyarakat Islam atau Turki atau dengan seseorang yang satu fakultas denganku – dan kemudian menikmati masa-masa pertunangan yang bahagia (semua pasangan suami istri yang kukenal mengatakan kalau pertunangan itu seperti masa bulan madu yang panjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang mengajak ku jalan, yang terus memanjakanku dengan cokelat dan bunga sampai aku muak (aku membayangkan rangkaian bunga yang dikirimkan kepada ku selama kelas berlangsung pada hari valentine) dan hanya dengannyalah aku akan merajut rangkaian kenangan indah kami yang bisa diceritakan ketika kami tua nanti.

    Komedi-komedi romantis memang punya banyak jawabannya.

    Semua khayalanku itupun tidak menjadi kenyataan. Aku jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin membawa semuanya ke tahap yang lebih jauh, tapi itu semua tidak berjalan dengan baik. Aku memang bertemu dengan banyak pria setelah dengan Seyf, tapi seketika aku menyadari kalau kami hanya mempunyai sedikit kesamaan, atau mereka hanya tertarik pada temanku saja, atau mereka hanya ingin agar aku menjadi wanita seperti jaman dulu (contohnya Kamil, yang kagum dengan fakta bahwa aku sedang menempuh pendidikan, tapi kemudian ia berpikir bahwa pada akhirnya hal itu sia-sia saja, mengingat tempat ku berada nanti, sebagai istri, hanya di rumah), atau mereka ingin agar aku tidak usah terlalu religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku minum-minum, pergi ke klub malam dan menyelinap dengannya ke Central Coast untuk menghabiskan akhir pekan yang panjang).

    Like

  13. Orang tuaku melarangku menikah sebelum lulus kuliah sebab mereka ingin supaya aku fokus pada studi. Bertunangan tidak apa-apa. Menikah nanti dulu. Aku setuju saja. Aku tidak ingin mapan sebelum lulus. Aku ingin bekerja dulu, memperoleh kemandirian finansial, jalan-jalan, serta menentukan jati diri dan tujuan hidupku.

    Aku tidak keberatan berkenalan dengan seseorang dan bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya: jatuh cinta tanpa daya pada seseorang di kampus—mungkin lewat komunitas Islam atau Turki atau dengan orang yang satu fakultas denganku—lalu menikmati indahnya pertunangan selama beberapa tahun (semua kenalanku yang sudah menikah bilang pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki seorang tunangan yang mengajakku jalan-jalan, membuatku muak dengan cokelat dan bunga (aku khayalkan ada kiriman bunga untukku di tengah-tengah perkuliahan pada Hari Valentine) dan dengan dirinya aku akan membangun sekumpulan kenangan yang kami bagi saat menua bersama.

    Film-film komedi romantis harus mempertanggungjawabkan ini.

    Itu tidak terjadi. Yah, aku memang tertarik pada seorang lelaki, Saif, dan dia ingin meneruskan ke tahap selanjutnya, tapi itu tidak berhasil. Setelah Saif, aku berkenalan dengan banyak laki-laki tapi aku segera menyadari bahwa kami tidak punya banyak kesamaan, atau mereka sebetulnya tertarik pada temanku, atau mereka ingin supaya aku lebih tradisional (seperti Kamil, yang kagum karena aku berkuliah tapi menurutnya itu tidak perlu, sebab pada akhirnya tempatku di rumah), atau kurang religius (seperti Muhammad, alias Alan, yang lebih senang jika aku minum-minum, pergi ke klub malam, dan minggat bersamanya ke Central Coast selama akhir pekan yang panjang).

    Like

  14. Orangtuaku dengan tegas melarangku menikah sebelum aku lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus belajar. Bertunangan boleh saja. Menikah nanti dulu. Aku sependapat dengan mereka. Aku tidak ingin berkeluarga sebelum lulus. Aku ingin bekerja, merasakan enaknya mandiri secara finansial, bepergian. Menemukan jati diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan punya pacar dan bertunangan. Aku sudah punya gambarannya di kepalaku: jatuh cinta setengah mati pada seseorang di kampus—mungkin seorang lelaki dari komunitas Islam atau Turki, atau seorang lelaki yang sefakultas denganku—lalu menikmati indahnya bertunangan selama beberapa tahun (semua kenalanku yang sudah menikah mengatakan kalau pertunangan itu seperti perpanjangan dari bulan madu). Dengan kata lain, aku ingin punya tunangan yang membawaku pergi berkencan, menghujaniku dengan cokelat dan bunga (aku suka membayangkan mendapat kiriman bunga di tengah-tengah kuliah di hari Valentine) dan yang dengannya aku bisa memiliki sesuatu untuk dikenang bersama saat kami menua berdua.

    Semua ini gara-gara film komedi romantis.

    Itu tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin membawa hubungan kami ke jenjang yang lebih serius, namun tidak berhasil. Aku berkencan dengan banyak lelaki setelah Seyf, tapi segera aku menyadari kalau kami tak punya kesamaan, atau kalau mereka sebenarnya tertarik pada temanku, atau kalau mereka ingin supaya aku lebih tradisional (seperti Kamil, yang kagum bahwa aku kuliah tapi berpikir kalau toh pada akhirnya itu tidak perlu, mengingat tempatku adalah di rumah), atau kurang soleh (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka kalau aku minum-minum, dugem dan pergi diam-diam bersamanya ke Central Coast untuk menghabiskan akhir pekan yang panjang).

    Like

  15. Orang tuaku menentang keras pernikahan sebelum aku lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Jika sekadar tunangan, tak apa. Namun pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tak mau menikah sebelum lulus kuliah. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, berjalan-jalan. Mencari jati diri dan menemukan apa yang kumau dalam hidup.

    Aku tak keberatan bertemu seseorang dan bertunangan. Semuanya sudah kurencanakan: jatuh cinta kepada seseorang di kampus — mungkin melalui Perkumpulan Islam atau Turki, atau dengan seseorang yang berada di fakultas yang sama — dan menikmati beberapa tahun indahnya pertunangan (setiap orang yang kukenal dan sudah menikah berkata hubungan pertunangan sama seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki seorang tunangan yang akan mengajakku pergi, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku bermimpi ada yang mengirimkanku bunga di hari Valentine) dan bersamanya aku bisa membangun koleksi kenangan untuk diceritakan saat kami beranjak tua.

    Komedi romantis memang memiliki risikonya sendiri.

    Hal itu tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang lelaki, Seyf, dan dia ingin membangun hubungan yang lebih serius, tapi tidak berhasil. Aku bertemu banyak lelaki lain setelah Seyf, tapi lalu aku menyadari kami sungguh berbeda, atau mereka malah tertarik pada temanku, atau mereka menginginkan aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku sedang kuliah tetapi berpikir sebenarnya kuliah sangat tidak penting, toh tempatku nanti adanya di rumah), atau tidak terlalu religius (misalnya, Mohamad, alias ‘Alan’, yang memilih aku minum-minum, pergi ke klub dan menyelinap bersamanya ke Central Coast untuk menghabisi akhir pekan yang panjang).

    Like

  16. Orangtuaku matian-matian menentang aku menikah sebelum lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Bertunangan tak masalah. Namun, menikah, nanti dulu. Aku setuju. Aku tak ingin menetap sebelum lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, jalan-jalan. Mencari tahu jati diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tak keberatan menjalin hubungan dengan seseorang dan bertunangan. Semua sudah aku rencanakan: jatuh cinta habis-habisan pada seseorang di kampus—mungkin lewat Komunitas Islam atau Turki, atau dengan seseorang di fakultas yang sama denganku—lalu menikmati beberapa tahun asyiknya bertunangan (semua kenalanku yang sudah menikah mengatakan bahwa pertunangan itu seperti bulan madu yang panjang). Dengan kata lain, aku akan punya tunangan yang mengajakku keluar, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku membayangkan buket-buket bunga dikirimkan untukku ke kelas saat Hari Valentine) dan dengannya aku membangun kenangan yang akan kami bagi seiring kami menua bersama.

    Drama percintaan menimbulkan banyak masalah.

    Bukan itu yang terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan ia ingin membawa hubungan kami lebih jauh, tetapi itu tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf, tetapi aku segera menyadari sedikit sekali kesamaan kami, atau bahwa mereka sebenarnya suka pada temanku, atau mereka ingin aku bersikap lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku kuliah, tetapi menganggapnya sama sekali tidak penting, karena tempatku di rumah), atau tidak terlalu alim (seperti Mohamad, alias ‘Alan’ yang lebih suka kalau aku mabuk, pergi ke klub malam, dan menyelinap pergi dengannya ke Central Coast selama liburan panjang).

    Like

  17. Orang tua saya benar-benar tidak setuju kalau saya menikah sebelum lulus universitas, karena mereka ingin saya fokus pada studi saya. Bertunangan baik-baik saja, tapi belum menikah; saya setuju itu. Saya belum mau menetap sebelum saya lulus. Saya ingin bekerja, mandiri dalam keuangan, berkelana. Membuktikan apa yang dapat saya lakukan dan bagaimana bisa berhasil dalamm hidup.

    Saya ingin bertemu dengan seorang dan bertunangan. Rencana saya adalah : menemukan cinta saya di universitas – dalam lingkungan Muslim ataupun Turki atau seorang teman fakultas – kemudian menikmati kebahagiaan bertunangan (semua orang mengatakan bahwa bertunangan sama dengan mengalami bulan madu yang panjang). Dengan kata lain, bersama tunangan, saya mau menikmati bersenang-senang bersama, dia memanjakan saya dengan pemberian coklat dan bunga (bahkan saya mengidam-idamkan menerima bunganya pada waktu saya ada dalam kelas pada hari Valentine), kenang-kenangan mana dapat kami nikmati bersama pada hari tua kami.

    Komedi romantis memang banyak kejadiannya.

    Hal tersebut tidak terwujud. Saya memang jatuh cinta pada seorang pemuda, Seyf, dan dia ingin meneruskan hubungan kami, tapi itu tidak terjadi. Setelah Seyf saya bertemu banyak pemuda lain, namun tidak ada kecocokan antara kita, atau mereka ingin saya lebih bersifat tradisional (seperti Kamil, yang meskipun menghargai studi saya, tapi menganggap itu tidak perlu mengingat tugas saya dalam rumah tangga), atau ingin saya tidak terlalu religius (seperti Mohamad, atau Alan, yang lebih menyukai kalau saya suka minum, mengunjungi klub malam dan menikmati akhir minggu bersamanya di Central Coast).

    Like

  18. Orang tuaku setengah mati menentang pernikahan sebelum lulus karena mereka ingin aku fokus dengan kuliahku. Bertunangan saja tidak masalah. Tapi menikah mesti ditunda. Aku setuju. Aku juga tidak mau menikah sebelum lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati penghasilan sendiri, kemudian melancong. Melakukan apa yang aku cita-citakan sejak dulu.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang lalu bertunangan. Aku telah memikirkannya dengan seksama: jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada seseorang yang aku temui saat kuliah, mungkin lewat Perhimpunan Masyarakat Turki atau Perhimpunan Islami, atau dengan maha siswa satu fakultas denganku, kemudian menjalani beberapa tahun masa pertunangan penuh kebahagiaan (kenalan-kenalanku yang sudah menikah berkata bahwa pertunangan itu seperti masa bulan madu yang panjang). Dengan kata lain, aku akan mempunyai seorang tunangan yang akan mengajakku berkencan, memanjakanku dengan tumpukan coklat dan bunga (saya membayangkan bunga-bunga itu akan dikirim sewaktu kelas berlangsung pada hari valentine) dan bersamanya aku akan membuat banyak kenangan yang akan kami ceritakan kembali ketika menua nanti.

    Akan tetapi komedi romantis selalu punya banyak jawaban.

    Tentu saja itu tidak pernah terjadi. Aku memang jatuh cinta pada seorang lelaki, Seyf, dan dia memang menginginkan hubungan kami berlanjut ke jenjang yang lebih serius, tapi sayangnya tidak berhasil. Aku juga bertemu dengan banyak lelaki setelah Seyf, namun sesudahnya aku sadar bahwa kami memiliki sedikit sekali kesamaan, atau ternyata mereka tertarik pada temanku, atau mereka menuntutku untuk bersikap lebih konvensional (seperti Kamil, yang kagum karena aku sekolah namun menganggap itu tidak penting, dan mengatakan bahwa tempatku seharusnya di rumah), atau justru menjauhkanku dari norma-norma agama (seperti Mohamad, aka “Alan”, yang lebih suka mengajakku minum-minum, pergi ke Night Club dan menyelinap bersamanya ke Central Coast selama beberapa pekan).

    Like

  19. Orangtuaku sangat menentang keinginanku untuk menikah sebelum lulus kuliah karena mereka menginginkanku untuk fokus belajar. Bertunangan boleh-boleh saja. Menikah haruslah menunggu. Aku setuju. Aku tidak mau menikah sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kemandirian finansial, jalan-jalan, mencari tahu siapa aku dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak menolak untuk bertemu seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya; jatuh cinta dengan pasrah pada seseorang di universitas–mungkin lewat komunitas islami atau turki, atau dengan seseorang yang satu fakultas denganku–dan kemudian menikmati bertahun-tahun berbahagia bertunangan (Setiap orang kukenal yang telah menikah berkata bahwa pertunangan itu seperti bulan madu tambahan). dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang mengajakku berjalan-jalan, memanjakanku habis-habisan dengan cokelat dan bunga (aku punya fantasi diberikan bunga yang dikirimkan padaku saat kuliah di hari valentine) dan seseorang yang bisa membuat kumpulan kenangan denganku untuk dibagikan saat kami tumbuh tua bersama.

    Komedi romantis punya banyak hal untuk dijawab.

    Ha itu tidak terjadi. Well, Aku memang jatuh cinta pada seorang lelaki, Seyf, dan dia ingin mengajakku ke jenjang yang lebih serius, tapi hal itu tidak berjalan baik. Aku bertemu dengan banyak lelaki selain Seyf, tapi kemudian aku menyadari bahwa kami hanya memiliki sedikit persamaan, atau mereka justru tertarik pada temanku, atau mereka menginginkan aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi kenyataan bahwa aku melanjutkan studi tapi hal itu sangatlah tidak diperlukan, jika nantinya tempatku adalah di rumah), atau kurang relijius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku mabuk-mabukan, pergi ke diskotik dan pergi diam-diam denganya ke Central Coast untuk akhir pekan yang panjang.

    Like

  20. Kedua orangtuaku melarang aku menikah sebelum aku lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus dengan kuliahku. Sekedar pacaran tidak masalah. Kalau menikah, jangan dulu. Aku setuju. Aku tidak mau berumahtangga sebelum kuliahku selesai. Aku ingin bekerja, menikmati uang hasil kerjaku, jalan-jalan. Sukses seperti yang kucita-citakan.

    Aku tak masalah pacaran lalu tunangan. Aku telah merencanakannya: jatuh cinta dengan seseorang di kampus –mungkin dengan anak UKM Islam atau Himpunan Mahasiswa Turki, atau dengan seseorang yang satu fakultas denganku — kemudian menikmati indahnya masa pacaran beberapa tahun (orang-orang yang kukenal dan sudah menikah bilang kalau tunangan itu seperti masa-masa bulan madu yang diperlama). Dengan kata lain, aku akan mempunyai calon suami yang mengajakku jalan-jalan, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku membayangkan bunganya dikirim ke kelas pada saat Valentine) dan dengan orang ini aku akan membangun kenangan-kenangan yang nantinya bisa kami ingat ketika kami sudah tua.

    Lelucon romantis selalu punya jawaban.

    Hal macam itu tidak mungkin terjadi. Tapi ngomong-ngomong aku dulu menyukai seorang pria, namanya Seyf. Dia menginginkan pacaran ketingkat yang lebih, tapi untungnya tak berhasil. Setelah dia, aku kenal banyak pria. Tetapi aku segera menyadari bahwa kami tak cocok, atau mereka lebih tertarik dengan temanku, atau mereka ingin aku lebih tradisional (seperti Kamil, yang mendambakanku tidak usah kuliah yang katanya itu tidak penting), atau ingin aku tidak terlalu alim (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih menyukaiku mabuk, pergi klabing dan menyelinap bersamanya ke Central Coast saat akhir pekan.

    Like

  21. Mba Femmy, aku ijin ikutan lagi yaaa…

    ———————————————————
    Orangtuaku sangat tegas melarangku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada kuliahku. Pertunangan saja sih tidak masalah. Menikah harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak mau berkeluarga sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, bepergian. Mencari jati diriku dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu dengan seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya: jatuh cinta mabuk kepayang kepada seseorang di universitas – mungkin lewat Komunitas Islami atau Turki, atau dengan seseorang di fakultas yang sama denganku – lalu menikmati beberapa tahun kebahagiaan pertunangan (semua orang yang aku tahu mengatakan bahwa pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Maksudnya, aku akan memiliki tunangan yang akan mengajakku keluar, memanjakanku habis-habisan dengan cokelat dan bunga (aku memiliki fantasi akan ada bunga yang diantar ke kelas saat Hari Valentin) dan dengannya aku akan membangun dan berbagi kumpulan kenangan saat kami beranjak tua.

    Ini pasti karena film-film komedi romantis yang aku tonton.

    Itu tidak terjadi. Well, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin lebih serius lagi, tapi ternyata tidak berhasil. Aku bertemu dengan banyak pria setelah Seyf, tapi aku segera menyadari bahwa kami tidak memiliki banyak kesamaan, atau bahwa ternyata mereka malah tertarik kepada temanku, atau bahwa mereka menginginkanku untuk jadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku kuliah walaupun pada akhirnya gelarku tidak terlalu diperlukan, karena tempatku yang sebenarnya adalah di rumah), atau kurang religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku minum, pergi ke kelab malam dan menyelinap pergi dengannya ke Central Coast untuk berakhir pekan.
    ———————————————————————————-

    Like

  22. Orangtuaku melarangku untuk menikah sebelum aku lulus dari kuliah karena mereka menginginkan untuk membiarkanku fokus pada karirku. Pertunangan telah terjadi dan pernikahan telah menunggu. Saya setuju dengan hal itu. Aku tidak ingin itu terjadi sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, mempunyai penghasilan sendiri, berpetualangan. Bekerja untuk diriku sendiri dan sesuatu yang aku inginkan didalam hidupku.

    Di luar perkiraanku untuk bertemu seseorang dan bertunangan. Rencana itu pun sirna, dengan tidak ada harapan jatuh cinta kepada seseorang di kampus, dan mungkin dengan orang orang islam atau Turki ataupun dengan seseorang di fakultas yang sama. Lalu menikmati sebagai pasangan tunangan yang romantis (semuanya yang telah menikah berkata pertunangan seperti bulan madu yang menyenangkan. Di sisi lain, aku telah mempunyai tunangan yang membuatku bahagia dan selalu memberikanku coklat dan bunga ( aku mempunyai permintaan Bunga pada saat hari Valentine). Dengan bagitulah, aku akan meceritakan semua kenanganku dengan ibuku seperti kita sudah tumbuh bersama.

    Komedi romantis mempunyai banyak jawaban

    Tidak pernah terjadi sebelumnya. Ketika, aku jatuh cinta kepada seorang laki-laki, Seyf dan dia menginginkanaku untuk mengambil level selanjutnya, tetapi tak berjalan sesuai.aku bertemu banyak laki laki selain Seyf, tetapi kemudian aku menyadari ini hal yang biasa, atau mereka sangat tertarik pada temanku, dan mungkin mereka menginginkanku untuk lebih sederhana (seperti Kamil yang memuji bahwa aku sedang belajar, tetapi pikiran itu adalah hal yang tidak mengenakkan, tempatku bukan di sini tetapi di rumah), bisa mungkin kurang beriman (seperti Mohammad, aka ‘Alan’ yang melarangku untuk minum, pergi ke klub malam dan pergi secara diam-diam menjauhinya ke pusat samudra pada liburan panjang.

    Like

  23. Kedua orang tuaku sepenuhnya melarang aku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada kuliah. Bertunangan boleh. Menikah nanti dulu. Aku sepakat. Aku tak ingin langsung berkomitmen sebelum lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kemerdekaan finansial, bepergian. Mencari jati diri dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk berkencan dan bertunangan. Semuanya sudah kurencanakan: jatuh cinta setengah mati pada seseorang di universitas — mungkin yang kutemui di Ikatan Mahasiswa Islam atau Mahasiswa Turki, atau dengan teman sefakultas — dan kemudian menikmati setahun-dua tahun nikmatnya bertunangan (semua pasangan menikah yang kukenal bilang kalau bertunangan itu seperti bulan madu berkepanjangan). Dalam kata lain, aku akan punya tunangan yang mengajakku kencan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku kerap berfantasi dikirimi bunga saat sedang kuliah pada hari Valentine) dan dengannya aku bisa mengumpulkan banyak kenangan yang akan kami bagi saat menua nanti.

    Komedi romantis biang keladinya.

    Impianku tidak terwujud. Memang, aku jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin meneruskan hubungan ke tingkat selanjutnya, tapi kami tak berjodoh. Aku berkencan dengan banyak pria setelah Seyf, tapi segera kusadari kami tak cocok, atau mereka sesungguhnya hanya mengejar temanku, atau yang menginginkanku supaya lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumiku karena kuliah tapi berpendapat hal tersebut sebenarnya tak penting, karena sejatinya tempat perempuan di rumah), atau tak terlalu alim (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka kalau aku ikut minum, pergi ke klub malam dan kabur dengannya ke Central Coast pada libur panjang akhir pekan).

    Like

  24. Orangtuaku menentang keras rencana pernikahanku sebelum lulus kuliah, karena mereka ingin aku fokus pada pendidikanku. Bertunangan tidak dilarang, tapi menikah harus menunggu. Aku sependapat. Tak ada minat untuk berumah tangga, sebelum meraih gelar sarjana. Aku ingin mulai bekerja, menikmati penghasilan sendiri, berkelana. Mencari tahu tentang jati diriku dan tujuan dalam hidupku.

    Tak ada keberatan untuk bertemu seseorang dan bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya: jatuh cinta setengah mati pada seseorang saat kuliah – mungkin melalui komunitas Islam atau Turki, atau pada seseorang yang satu fakultas denganku – lalu menikmati beberapa tahun indahnya pertunangan (semua orang yang kukenal bilang pertunangan bagaikan bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki seorang tunangan yang mengajakku pergi, memanjakanku dengan coklat dan bunga (Aku punya impian mengenai bunga yang dikirimkan padaku saat sedang mengikuti mata kuliah pada hari Valentine) dan seseorang yang bisa kuajak berbagi serangkaian kenangan saat tumbuh tua bersama.

    Komedi romantis menawarkan banyak contoh untuk itu.

    Namun, yang kuharapkan tak pernah terjadi. Yah, aku memang jatuh hati pada seorang pria, Seyf, dan dia telah berniat untuk mengajakku ke tahap selanjutnya, meski ternyata tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria sesudah Seyf, tapi aku segera menyadari kami tak memiliki banyak kesamaan, atau bahwa mereka sebenarnya tertarik pada temanku, atau mereka berharap aku berjiwa lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku kuliah tanpa merasa itu memang perlu, sebab tempatku yang sesungguhnya adalah di rumah), atau tak fanatik beragama (seperti Mohamad alias ‘Alan”, yang lebih suka bila aku minum-minum, pergi berpesta dan menyelinap bersamanya ke Pesisir Pusat untuk akhir pekan yang panjang.

    Like

  25. Orang tuaku berkeras melarangku menikah sebelum aku lulus kuliah, mereka ingin aku fokus pada pendidikanku. Pertunangan diperbolehkan. Tapi pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kebebasan finansial, dan bepergian. Mencari tahu siapa diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu dengan seseorang dan kemudian bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya: jatuh cinta dengan pasrah pada seseorang di universitas — mungkin bertemu di Perkumpulan Islam atau Perkumpulan Turki, atau pada seseorang yang satu fakultas denganku — lalu menikmati beberapa tahun dalam status pertunangan (semua kenalanku yang sudah menikah mengatakan bahwa pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku ingin memiliki tunangan yang mengajakku pergi, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku membayangkan diberi bunga di dalam kelas saat hari Valentine) dan dengannya aku bisa mengoleksi kenangan-kenangan untuk dibagikan saat kami tua nanti.

    Ini semua karena komedi romantis.

    Tapi itu tidak terjadi. Yah, sebenarnya aku jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dia ingin membawa hubungan kami ke tahap selanjutnya, tapi tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria setelahnya, tapi kemudian aku menyadari bahwa kami tidak memiliki banyak kesamaan, atau ternyata mereka lebih tertarik pada temanku, atau ternyata mereka ingin aku lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku menempuh pendidikan tapi berpikiran itu tidak penting, menurutnya tempatku adalah di dapur), atau agar aku mengurangi sikap religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih ingin aku minum-minum, pergi ke klab malam, dan pergi diam-diam dengannya ke Central Coast untuk berakhir pekan panjang).

    Like

  26. Dear Mbak Femmy. Terima kasih sudah menyempatkan membaca dan memperbaiki terjemahan saya.
    Selamat berakhir pekan. 🙂

    Orangtuaku bersikukuh menentangku menikah sebelum lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Bertunangan boleh saja, tapi pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin menikah sebelum lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kebebasan finansial, bepergian. Mencari jati diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup ini.

    Aku tidak keberatan bertemu dengan seseorang kemudian bertunangan. Semuanya sudah kurencanakan: tergila-gila dengan seseorang di universitas — mungkin di Perkumpulan Islami atau Turki, atau dengan seseorang yang satu fakultas denganku — dan kemudian menikmati kebahagiaan bertunangan selama beberapa tahun (semua orang yang kuketahui telah menikah mengatakan bertunangan itu seperti bulan madu yang lebih lama). Dengan kata lain, aku akan mempunyai tunangan yang mengajakku berkencan, amat memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku berkhayal ada bunga diantarkan kepadaku di hari Valentin saat aku sedang belajar di kelas), dan dengannya aku dapat membuat dan berbagi banyak kenangan sampai masa tua kami.

    Beginilah akibat terbuai komedi romantis.

    Rencanaku tidak kesampaian. Sebenarnya, aku pernah jatuh cinta pada seorang lelaki, Seyf, dan dia ingin melanjutkan hubungan kami ke tahap selanjutnya, tapi tidak berhasil. Aku bertemu dengan banyak lelaki lain setelahnya, tapi aku segera menyadari entah kami hampir tidak ada kecocokan, atau mereka hanya tertarik kepada temanku, atau mereka ingin aku lebih tradisional (seperti Kamil, mengagumi kenyataan aku kuliah tapi akhirnya berpikir hal itu tidak perlu karena dia menganggap tempatku seharusnya di rumah), atau lelaki yang kurang taat beragama (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku seorang peminum, pergi ke klub malam dan menyelinap keluar bersamanya ke Central Coast selama sepekan penuh.

    Like

  27. Orang tuaku menentang untuk menikah sebelum menyelesaikan kuliah di universitas karena mereka menginginkan supaya aku fokus pada studi. Bertunangan boleh saja. Menikah harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum jadi sarjana. Aku ingin bekerja, menyenangi kebebasan keuangan, travel. Bekerja semauku dan hidup sesuai dengan keinginanku.

    Saya tidak menolak untuk bertemu dengan seseorang dan bertunangan. Aku menemui bahwa semua rencana gagal: jatuh cinta pada seseorang di universitas tidak ada harapan —- mungkin melalui komunitas Islam atau Turki atau seseorang yang se fakultas, —- dan kemudian senang bertunangan beberapa tahun (semua orang yang telah menikah yang ku ketahui mengatakan bahwa masa bertunangan adalah perpanjangan bulan madu). Dengan kata lain saya mempunyai teman yang mengajak jalan2, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku punya kenangan dengan bunga yang dikirimkan padaku waktu sekolah dan hari Valentine) dan dengan siapa dapat membuat memori untuk dikenang pada waktu menjadi tua bersama.

    Komedi romantis memberikan sejumlah jawaban

    Hal itu tidak terjadi. Baiklah, aku jatuh cinta pada seorang, Seyf, dan ia menginginkan melakukan sesuatu pada tingkat lanjut, tetapi gagal. Aku menemui banyak pemuda sesudah Seyf, tetapi aku segera sadar kita hanya sedikit kesamaan atau bahwa mereka tertarik pada temanku, atau mereka menginginkan aku lebih tradisional (seperti Kamil , yang mengagumi kenyataan bahwa saya belajar tetapi dia pikir bahwa itu tidak perlu dan tempatku dirumah), atau terlalu religius (seperti Mohamad aka Alan, yang lebih menyukai aku mabuk, pergi ke night club atau ke central coast untuk berakhir pekan bersamanya).

    Like

  28. Orang tuaku melarangku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka menginginkan aku fokus pada kuliahku. Diperbolehkan tunangan. Tapi jangan menikah dulu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin bekerja, menikmati hasil kerjaku sendiri, bepergian. Berhasil mendapatkan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk menemui seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakannya : dengan susah payah jatuh cinta dengan seseorang di universitas – mungkin melalui perkumpulan orang-orang turki atau islam, atau dengan seseorang di fakultas yang sama – kemudian menikmati beberapa tahun kebahagiaan bertunangan – ( Orang-orang yang sudah menikah mengatakan pertunangan itu seperti bulan madu yang diulur ). Dengan kata lain, aku memiliki tunangan yang membawaku pergi, memanjakanku dengan bunga-bunga dan coklat ( Aku pernah membayangkan dikirimi bunga-bunga ke sekolah di hari valentine) dan seseorang yang dengannya aku bisa membuat sekumpulan kenangan untuk berbagi seiring kami menua bersama.

    Komedi romantis memiliki banyak jawaban.

    Itu tidak pernah terjadi. Baik, aku menyukai seseorang, Seyf, dan dia ingin serius ke jenjang berikutnya, tapi tidak berhasil. Aku bertemu dengan beberapa orang sesudah Seyf, tapi aku segera menyadari kami memiliki sedikit kecocokan, atau mereka hanya tertarik untuk berteman denganku, atau mereka yang ingin aku lebih biasa ( seperti Kamil, yang heran melihat kenyataan aku belajar tapi aku berfikir itu akan sia-sia, lebih baik aku di rumah saja), atau yang kurang religius ( seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka bila aku mabuk, pergi ke klub malam dan keluyuran dengannya ke pantai selama akhir minggu.

    Like

  29. kedua orang tua tidak mengizinkan saya menikah sebelum menyelesaikan kuliah, agar tetap fokus pada pelajaran. bertunangan tidak menjadi masalah namun pernikahan dapat dilaksanakan setelahnya. aku tidak merasa keberatan atas keputusan itu karena aku ingin bekerja, memiliki penghasilan sendiri, serta melancong. menjadi diriku sendiri dan melakukan apapun yang saya inginkan dalam hidup ini.

    aku tidak menolak untuk dipertemukan dengan seseorang dan bertunangan. aku telah memimpikan semuanya: jatuh cinta pada seseorang dikampus dengan bergabung dalam lembaga islam turki, atau dari fakultas yang sama denganku dan kemudian bersama menjalani hidup dalam kebahagiaan ( sepengetahuanku setiap orang yang telah menikah mengatakan pertunangan itu seperti bulan madu yang panjang).

    dengan kata lain, saya akan memiliki tunangan yang akan mengajak saya jalan-jalan, memanjakanku dengan cokelat dan seikat bunga ( saya berharap ada seseorang yang memberikanku bunga selama kelas berlangsung dihari valentain) dan bersama membuat banyak kenangan yang akan selalu diingat selamanya.

    kisah romantis mempunyai banyak cara untuk membuatnya menjadi nyata.

    aku tidak tahu apa yang terjadi, aku terperangkap pada seorang pria bernama seyf dan dia ingin hal yang lebih dalam hubungan yang kami jalani namun kutolak. setelah memutuskan seyf ,aku bertemu dengan banyak orang tapi saya menyadari kami memiliki banyak perbedaan, atau mereka hanya tertarik pada temanku dan menginginkanku taat terhadap aturan masyarakat ( seperti kamil,yang beranggapan bahwa pendidikan tidak penting untuk seorang wanita karena bagaimanapun tugasnya adalah mengurus rumah) atau kurang beragama ( seperti muhamed atau alan yang lebih senang jika saya minum dan pergi ke klub malam dan diam-diam pergi bersamanya menyusuri pantai saat liburan panjang).

    Like

  30. Terima kasih sebelumnya untuk pengampu yang bersedia membagi ilmunya kepada kami 🙂

    Orang tuaku sangat menentangku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus kepada pelajaranku. Bertunangan tidak masalah. Menikah bisa ditunda. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin mulai kerja, menikmati kebebasan finansial, jalan-jalan. Menemukan jati diri dan hal yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya: jatuh cinta setengah mati kepada seseorang di universitas — mungkin lewat Komunitas Islam atau Komunitas Turki, atau dengan seseorang di fakultas yang sama denganku — dan kemudian menikmati beberapa tahun kebahagiaan pertunangan (semua kenalanku yang sudah menikah bilang bahwa pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan punya tunangan yang mengajakku kencan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku punya khayalan tentang bunga yang diantar kepadaku saat kelas berlangsung di hari Valentine) dan dengannya aku bisa membuat sekumpulan kenangan untuk dibagi saat kami beranjak tua bersama.

    Komedi romantis punya banyak hal untuk dijawab.

    Itu semua tidak terjadi. Well, dulu aku jatuh cinta kepada seorang pria, Seyf, dan dia ingin melanjutkan hubungan kami ke tingkat selanjutnya, namun tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf, tetapi aku lantas sadar kami memiliki sedikit kesamaan, atau mereka sangat tertarik kepada temanku, atau mereka ingin aku menjadi wanita yang lebih tradisional (seperti Kamil yang kagum bahwa aku menuntut ilmu namun beranggapan itu pada akhirnya tidak penting, mengingat tempatku adalah di dalam rumah), atau kurang agamawi (seperti Muhammad alias ‘Alan’ yang lebih suka jika aku minum, pergi ke klub malam dan menyelinap pergi bersamanya ke Central Coast selama akhir pekan panjang).

    Like

  31. Orang tuaku berkeras melarangku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Bertunangan boleh-boleh saja. Tapi untuk menikah, aku harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin berumah tangga sebelum aku lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kemandirian finansial, jalan-jalan. Mencari jati diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk bertemu dengan seseorang dan bertunangan. Aku telah merencanakan semuanya: jatuh cinta dengan seseorang di kampus – mungkin melalui perkumpulan mahasiswa Muslim atau Turki, atau dengan seseorang di fakultas yang sama denganku – dan kemudian menikmati beberapa tahun dalam kebahagiaan pertunangan (semua orang yang kukenal dan telah menikah mengatakan pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang mengajakku berjalan-jalan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku mempunyai impian menerima bunga saat sedang belajar di kelas pada Hari Valentine) dan dengan siapa aku bisa membangun sekumpulan kenangan untuk berbagi saat kami menua bersama.

    Cerita komedi romantis membuat banyak masalah.

    Hal itu tidak terjadi. Yah, aku jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan ia ingin melanjutkan hubungan ke tingkat berikutnya, tetapi hubungan kami gagal. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf, tapi aku segera menyadari bahwa kami hanya memiliki sedikit kesamaan, atau bahwa sebenarnya mereka hanya tertarik pada temanku, atau mereka ingin aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi semangatku dalam belajar tapi berpikir hal itu sebenarnya tidak perlu, mengingat tempatku adalah di rumah), atau kurang religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku meminum alkohol, pergi ke klub malam dan pergi dengannya ke Central Coast selama akhir pekan yang panjang) .

    Like

  32. halo kakak, saya ikutan latihannya ya. 🙂
    berikut hasil terjemahan saya.

    Orangtuaku sangat kukuh menentang aku menikah sebelum tamat universitas karena mereka ingin aku fokus dengan pelajaran-pelajaranku. Bertunangan sih tidak apa-apa. Menikah harus tunggu dulu. Aku setuju. Aku tidak ingin menikah sebelum tamat. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, melakukan perjalanan. Mencari tahu siapa diriku dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan menemukan seseorang dan bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya. Jatuh cinta setengah mati pada seseorang di universitas – mungkin melalui lingkungan masyarakat Islam atau Turki, atau dengan seseorang dari fakultas yang sama denganku – dan kemudian menikmati beberapa tahun kebahagiaan bertunangan (semua orang yang kukenal yang sudah menikah berkata bahwa bertunangan itu seperti perpanjangan bulan madu). Dengan kata lain, aku akan memiliki seorang tunangan yang mengajakku berkencan, yang memanjakanku dengan coklat dan bunga-bunga (aku memiliki khayalan tentang bunga-bunga yang diantarkan padaku ke kelas di hari Valentine) dan dengan siapa aku membangun kumpulan memori untuk dibagi saat kami menua bersama.

    Komedi romantis bertanggung jawab atas semua khayalan itu.

    Semua itu tidak terjadi. Yah, aku memang pernah jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan ia ingin membawa hubungan kami ke tingkat selanjutnya, tetapi tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria sesudah Seyf, tapi kemudian kusadari bahwa kami memiliki sedikit persamaan, atau bahwa mereka sebenarnya jatuh cinta kepada temanku atau mereka ingin aku lebih bersikap tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku sedang kuliah tapi berpikir bahwa semua itu sungguh sia-sia, mengingat tempatku adalah di rumah), atau kurang taat beragama (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku minum-minum, pergi ke klub malam dan sembunyi-sembunyi pergi bersamanya ke Pantai Tengah untuk akhir pekan panjang).

    (semoga terjemahan saya mendekati arti sebenarnya. terima kasih kakak..)

    Like

  33. Orangtuaku sangat menentang pernikahan sebelum aku lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus kuliah. Bertunangan tidak apa-apa. Menikah setelahnya. Aku setuju. Aku tidak mau menjadi istri sebelum lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kemandirian, berjalan-jalan. Bekerja keras untuk diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang dan bertunangan. Aku sudah membayangkannya: jatuh cinta dengan seseorang di universitas–mungkin dengan seseorang di lembaga Islam atau Turki, atau seseorang di fakultas yang sama denganku–dan menikmati beberapa tahun pacaran dengan tunangan (beberapa orang yang aku kenal dan sudah menikah bilang tunangan seperti bulan madu tambahan). Dengan kata lain, aku punya tunangan yang mengajakku kencan, memberikan segalanya seperti cokelat dan bunga (Aku punya khayalan bunga diantarkan padaku ke dalam kelas di hari Valentin) oleh seseorang yang dengannya aku dapat menciptakan jalinan kenangan untuk dibagi bersama sampai tua.

    Komedi romantis membutuhkan banyak tanggung jawab.

    Hal tersebut tidak terjadi. Sebenarnya, aku pernah suka pada pria, Seyf, dan ia ingin melanjutkan ke tahap selanjutnya, tetapi hal itu tidak berjalan baik. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf, tetapi setelahnya aku sadar hubungan kami seperti teman biasa, atau mereka tertarik pada temanku, atau mereka ingin aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang menghormatiku yang berkuliah, tetapi hal tersebut sebenarnya tak diperlukan, karena tempatku hanya berada di rumah), atau sedikit tak beriman (seperti Mohamad, alias ‘Alan’ yang lebih suka aku minum, pergi ke klub malam dan diam-diam pergi bersamanya ke Central Coast sepanjang akhir pekan).

    Like

  34. Orangtuaku tetap pada pendirian menentang aku menikah sebelum lulus kuliah karena mereka ingin aku fokus terhadap studiku. Tunangan boleh saja. Tapi menikah tunggu dulu. Aku setuju. Aku tidak ingin menetap sebelum aku lulus. Aku ingin bekerja, menikmati kebebasan finansial, dan berjalan-jalan. Untuk mengenal siapa diriku dan apa yang aku inginkan.

    Aku tidak keberatan berkenalan dengan seseorang dan menjalin hubungan. Aku telah merencanakan semuanya: jatuh cinta setengah mati pada seseorang di kampus –mungkin lewat Komunitas Muslim atau Turki, atau dengan mahasiswa fakultas –lalu menikmati tahun-tahun kebahagiaan dalam pertunangan (orang-orang yang kukenal sudah menikah bilang pertunangan itu seperti bulan madu yang panjang). dengan kata lain, aku akan memiliki tunangan yang akan mengajakku kencan, memberiku kejutan coklat dan bunga ( aku berfantasi seseorang mengirimi aku bunga ke kelas saat hari Valentin) dan dengannya aku bisa membangun kenangan-kenangan untuk diceritakan saat kami menjadi tua bersama.

    Komedi romantis memiliki banyak pertanyaan untuk dijawab.

    Semua itu tidak terjadi. Yah, aku jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan ia ingin melangkah ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi gagal. Aku bertemu banyak lelaki setelah Seyf, tapi lalu aku menyadari bahwa kami memiliki sedikit kesamaan, atau mereka sesungguhnya tertarik pada temanku, atau mereka ingin aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil yang mengagumi aku yang berpendidikan tapi berpikiran bahwa itu tidaklah penting, karna tempatku hanyalah di rumah), atau kurang beragama (seperti Mohamad alias Alan, yang senang jika aku mabuk, pergi ke klab malam dan pergi diam-diam dengannya ke Central Coast pada akhir pekan panjang.

    Like

  35. Orangtuaku benar-benar tidak setuju aku menikah sebelum lulus universitas karena mereka ingin aku konsentrasi di sekolah. Bertunangan boleh saja, tetapi menikah itu belakangan. Aku setuju. Aku tidak mau berumah tangga sebelum aku lulus. Aku ingin memulai kerja, menikmati kebebasan secara finansial, jalan-jalan, mencari jati diri dan apa yang sebenarnya aku inginkan dalam hidup ini.

    Aku tidak menolak bertemu seseorang dan bertunangan, aku sudah merencanakan semuanya: jatuh cinta sejatuh-jatuhnya di universitas — mungkin lewat organisasi Masyarakat Islam atau Masyarakat Turki, atau dengan seseorang yang sefakultas denganku — lalu merasakan nikmatnya bertunangan untuk beberapa tahun (semua orang yang kukenal yang sudah menikah bilang bahwa bertunangan itu seperti bulan madu tapi lebih lama). Atau, aku mau saja punya tunangan yang mengajakku jalan-jalan, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku pernah berfantasi dikirimi bunga ketika aku di dalam kelas pada hari Valentine), dan yang bersamanya aku bisa merangkai kenangan indah untuk diceritakan seraya kita bertambah tua.

    Komedi romantis pantas dipersalahkan.

    Itu tidak berjalan mulus. Ya, aku jatuh cinta pada seorang cowok, Seyf, dan dia ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius, tapi itu tidak berhasil. Aku bertemu banyak cowok setelah Seyf, tapi aku segera menyadari hanya ada sedikit keserasian di antara kami, atau ternyata mereka hanya tertarik pada temanku, atau mereka mau aku lebih tradisional (seperti Kamil, yang menghargaiku karena aku kuliah tapi berpikir itu sebenarnya benar-benar tidak perlu, secara tempatku nanti hanya di rumah), atau tidak kuat agamanya (seperti Mohamad, atau disebut juga ‘Alan’, yang lebih suka aku minum-minum, ikut klab malam, dan kabur dengannya ke Central Coast untuk menghabisi akhir pekan).

    Like

  36. Dulu, Orangtuaku sangat menentang ide menikah sebelum lulus kuliah karena mereka sangat ingin aku fokus pada kuliahku. Ide pertunangan tidak masalah. Menikah harus menunggu, aku setuju hal itu. Aku tidak ingin terikat pernikahan sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati duit hasil kerja kerasku, jalan jalan. Memilih mengenali diriku lebih dalam dan apa yang sebenarnya kuinginkan

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang dan bertunangan. Bahkan aku merencanakan itu sebelumnya, jatuh cinta setengah mati dengan seseorang di Universitas– mungkin via komunitas islam atau komunitas orang orang turki, atau dengan seseorang dengan jurusan sama denganku– lalu menikmati beberapa tahun bahagianya bertunangan ( semua orang kutahu sudah menikah bilang kalau pertunangan itu seperti bulan madu extra) . Dengan kata lain, aku punya tunangan yang selalu mengajak keluar, memanjakanku dengan coklat dan bunga ( Aku selalu punya khayalan bunga bunga yang dikirim ke aku dikelas tiap hari valentine) dan dengan seseorang dimana aku bisa mengumpulkan kenangan untuk dibagi sampai kita beranjak tua nanti

    Sepertinya jawaban itu bakal banyak ditemui di tema Komedi Romantis

    Tapi itu tidak terjadi. Yah, memang aku jatuh cinta pada seseorang, Seyf, dan dia ingin membawa hubungan kita ke tahap selanjutnya, tapi sepertinya tidak semulus itu ceritanya. Aku juga bertemu beberapa lelaki setelah Seyf, tapi segera aku menyadari kalau kita cuma punya sedikit persamaan, atau mereka malah naksir temanku, atau mereka minta aku jadi lebih konservatif( Seperti Kamil, yang menghargai bahwa aku berpendidikan tapi sangat ga penting ketika dia bilang tempat ku nanti cuma ada dirumah). atau yang tidak terlalu religius (Seperti Mohamad, alias Alan, yang lebih suka aku minum alkohol, clubbinng dan menyelinap jauh dengan dia ke Central Coast untuk menghabiskan akhir pekan yang panjang

    Like

  37. Halo Mbak Femmy,

    salam kenal, namaku Noviyanti.
    Aku baru tahu ada situs pembelajaran seperti ini, dan ini luar biasa banget, sebab selama ini aku cari-cari tempat untuk belajar menerjemahkan, dan tidak ada.

    Aku mau coba kirim hasil terjemahanku, semoga belum terlambat ^_^
    Terima kasih sebelumnya ^_^ dan sukses selalu. Salut sama mbak yang masih mau meluangkan waktu untuk berbagi ilmu di tengah-tengah kesibukan mbak ^_^

    Orang tuaku sangat menentang aku menikah sebelum lulus universitas, karena mereka ingin aku memusatkan perhatian pada studiku. Bertunangan, bolehlah. Tapi menikah, nanti dulu. Aku sependapat. Aku tidak mau berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, berwisata. Mencari tahu siapa diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup ini.

    Aku tidak keberatan berkenalan dengan seseorang lalu bertunangan. Semuanya sudah kurencanakan dengan baik: jatuh cinta dengan seseorang di universitas — mungkin lewat Himpunan Mahasiswa Islam atau Turki, atau dengan seseorang dari fakultas yang sama denganku — kemudian menikmati beberapa tahun pertunangan yang indah (semua kenalanku yang sudah menikah berkata bahwa pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku ingin memiliki seorang tunangan yang mengajakku jalan-jalan, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (khayalanku, menerima kiriman bunga saat aku berada dalam kelas di hari Kasih Sayang), dengan siapa aku bisa membangun kenangan-kenangan indah untuk dinikmati bersama di hari tua kami.

    Ini semua gara-gara kisah komedi romantis.

    Itu semua tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin hubungan kami berlanjut ke jenjang berikutnya, tetapi akhirnya tidak berhasil. Aku bertemu dengan banyak pria lain setelah Seyf, tetapi segera saja kusadari bahwa kami hanya punya sedikit kesamaan, atau bahwa mereka sebenarnya tertarik pada sahabatku, atau bahwa mereka menginginkanku untuk jadi lebih tradisional (misalnya Kamil, yang kagum padaku yang duduk di bangku kuliah, tetapi merasa bahwa itu semua pada akhirnya tidak diperlukan karena tempatku yang sesungguhnya adalah di rumah), atau kurang religius (misalnya Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka kalau aku ikut mabuk, pergi ke klub malam, dan kabur dengannya ke Pantai Tengah untuk menghabiskan akhir minggu yang panjang).

    Like

  38. mau coba ikutan latihan ya, makasih sebelumnya udah mau nyempetin 🙂

    ~*~*~*~*~

    Orang tuaku sangat bersikeras menentangku untuk menikah sebelum aku lulus dari universitas karena mereka menginginkanku untuk fokus pada pendidikanku. Bertunangan boleh saja. Menikah harus menunggu. Aku pun setuju. Aku tidak mau menikah sebelum aku lulus. Aku ingin bekerja, menikmati bebasnya mengelola keuanganku sendiri, bepergian. Aku ingin menemukan jati diriku, siapa aku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan jika bertemu dengan seseorang lalu bertunangan. Aku sudah merencanakan semuanya: jatuh cinta kepada seseorang saat aku masih kuliah—mungkin melalui komunitas islam atau turki, atau dengan seseorang yang ada di fakultas yang sama denganku—lalu kemudian menikmati beberapa tahun indahnya masa bertunangan (semua orang yang kutahu dan sudah menikah berkata masa-masa bertunangan itu seperti masa perpanjangan bulan madu). Dengan kata lain, aku akan mempunyai seorang tunangan yang akan mengajakku pergi keluar, memanjakanku dengan cokelat dan bunga (aku membayangkan bunga yang diantar untukku saat jam kuliah di hari Valentine) dan dengannya aku bisa membuat banyak kenangan yang akan kami bagi selama kami menua bersama.

    Komedi romantis harus bertanggung jawab untuk hal ini.

    Hal itu tidak terjadi. Baiklah, aku memang jatuh cinta kepada seorang lelaki, Seyf, dan dia ingin melangkah lebih serius denganku, tetapi itu tidak berhasil. Aku bertemu dengan beberapa lelaki lain setelah Seyf, tetapi aku segera menyadari bahwa kami memiliki begitu sedikit persamaan, atau ternyata mereka sebenarnya tertarik pada temanku, atau mereka menginginkanku untuk lebih konservatif (seperti Kamil, yang mengagumi aku yang serius dengan pendidikanku, tetapi berpikir bahwa sebenarnya itu tidak begitu penting, karena nantinya aku akan berada di rumah), atau mereka yang menginginkanku untuk tidak begitu agamais (seperti Mohamad, Alan, yang lebih memilih saat aku bisa minum-minum, pergi ke klub malam dan menyelinap pergi bersamanya ke Central Coast saat akhir minggu yang panjang.

    Like

  39. Orangtuaku benar-benar menentang jika aku menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Bertunangan tidak apa-apa, namun pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak mau berumah tangga sebelum lulus. Aku ingin bekerja, menikmati rasanya mandiri secara finansial, bepergian. Menemukan siapa diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan berkenalan dengan seseorang kemudian bertunangan. Segalanya sudah kurencanakan: jatuh cinta setengah mati dengan seseorang di universitas – mungkin melalui komunitas orang Islam atau Turki, atau dengan seseorang dari fakultas yang sama denganku – lalu menikmati beberapa tahun pertunangan yang bahagia (semua orang yang telah menikah yang kukenal berkata kalau pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku berharap memiliki tunangan yang dapat mengajakku jalan-jalan, sangat memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku berkhayal bunga-bunga tersebut diantarkan ke kelasku saat hari Valentine), dan bisa membangun rangkaian kenangan untuk dibagi bersamaku seiring usia kami bertambah.

    Semua ini gara-gara film-film komedi romantis.

    Rencanaku tidak menjadi nyata. Yah, aku memang jatuh hati pada seorang pria, Seyf, dan ia berniat untuk melanjutkan hubungan kami ke tingkat selanjutnya, tetapi tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf, namun segera sadar kalau kami punya sangat sedikit kesamaan, atau mereka sangat tertarik pada temanku, atau mereka ingin aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku kuliah tapi merasa hal itu tidak penting karena pada akhirnya tempatku adalah di rumah), atau kurang agamis (seperti Mohamad, nama panggilannya ‘Alan’, yang lebih suka jika aku mabuk-mabukan, pergi ke klub malam, dan kabur diam-diam dengannya ke Central Coast pada akhir pekan yang panjang).

    Like

  40. Orangtuaku dengan tegas melarangku untuk menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus dengan studiku. Bertunangan tidak apa-apa. Pernikahan harus menunggu. Aku setuju. Aku tidak ingin menetap sebelum aku lulus. Aku ingin bekerja, menikmati gaji dengan bebas, bepergian. Berhasil dengan diriku dan yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk bertemu seseorang dan bertunangan. Aku memastikan semuanya terencana: jatuh cinta dengan seseorang di unversitas—mungkin dengan Masyarakat Muslim atau Turki, atau seseorang yang satu fakultas denganku—lalu menikmati kebahagiaan bertunangan selama beberapa tahun (semua orang menikah yang kukenal mengatakan kalau pertunangan itu seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan bertunangan dengan orang yang melamarku, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku mengkhayalkan bunga yang diantarkan kepadaku saat kelas pada hari Valentine) dan dengan orang dimana aku dapat membuat setumpuk kenangan untuk dibagi seiring kami menua bersama.

    Komedi romantis adalah jawabannya.

    Semua itu tidak menjadi kenyataan. Yah, aku jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin melanjutkan ke tingkat berikutnya, tetapi tidak berhasil. Aku bertemu dengan banyak pria setelah Seyf, tapi aku segera menyadari bahwa kami hanya memiliki sedikit kesamaan, atau mereka sebenarnya tertarik pada temanku, atau ingin aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi fakta bahwa aku sedang belajar namun berpikir kalau itu tidak perlu, karena tempatku adalah di rumah), atau kurang religious (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku mabuk, pergi ke klub malam, dan menyelinap pergi dengannya ke Central Coast sepanjang akhir pekan).

    Like

  41. Terima kasih atas kesempatan dan pembahasannya, Mbak Femmy 🙂

    Orangtuaku berkeras menentangku menikah sebelum aku lulus perguruan tinggi karena mereka menginginkanku fokus pada sekolahku. Tunangan boleh saja. Tapi menikah, tunggu dulu. Aku setuju. Aku tidak mau berumahtangga sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kemandirian finansial, travelling. Menentukan siapa diriku dan apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak menolak untuk bertemu seseorang dan melakukan pertunangan. Aku sudah merencanakan semua: jatuh cinta setengah mati pada seseorang di perguruan tinggi-mungkin melalui Perkumpulan Mahasiswa Islam atau Turki, atau pada seseorang yang satu fakultas denganku -dan kemudian menikmati beberapa tahun kebahagiaan pertunangan (semua orang menikah yang kukenal mengatakan bahwa tunangan seperti perpanjangan bulan madu). Dengan kata lain, aku akan punya tunangan yang akan mengajakku kencan, begitu memanjakanku dengan coklat dan bunga (Aku punya imajinasi tentang bunga dikirimkan kepadaku ketika di kelas di hari Valentine) dan seseorang yang aku dapat membangun kumpulan kenangan untuk dibagi selagi kami menua bersama.

    Komedi romantis punya banyak hal untuk dipertanyakan.

    Hal itu tidak terjadi. Well, aku memang jatuh cinta pada seorang pria, Seyf, dan dia ingin membawa hubungan kami ke level selanjutnya, tapi hubungan kami tidak berhasil. Aku bertemu banyak pria setelah Seyf, tetapi aku segera menyadari bahwa kesamaan kami hanya sedikit, atau bahwa mereka begitu tertarik dengan temanku, atau bahwa mereka menginginkanku untuk lebih konservatif (seperti Kamil, yang mengaggumi fakta bahwa aku belajar tetapi berpikir itu amat tidak perlu, dengan fakta bahwa tempatku adalah di rumah), atau kurang relijius (seperti Mohamad, aka ‘Alan’, yang lebih suka kalau aku minum, pergi ke klub malam, dan menyelinap bersamanya ke Central Coast pada akhir pekan yang panjang).

    Like

  42. Orang tua saya tidak setuju ketika saya ingin menikah sebelum lulus kuliah karena mereka ingin saya konsentrasi dulu ke kuliah saya. Mereka setuju kalau saya bertunangan saja. Urusan menikah menurut mereka mungkin ditunda saja dulu. Saya setuju Saya tidak mau menikah kalau kuliah saya belum selesai. Saya ingin mulai bekerja, menikmati kemandirian keuangan, dan bepergian.

    Saya tidak berkeberatan bertemu seseorang dan kemudian bertunangan. Saya sudah terlebih dahulu merencanakannya: jatuh cinta kepada seseorang di kampus-mungkin melalui komunitas Muslim atau Turki, atau dengan seseorang di fakultas yang sama denganku-dan kemudian menikmati beberapa tahun dalam kebahagiaan (semua orang yang saya kenal dan yang sudah menikah berkata bahwa pertunangan itu diibaratkan sama dengan bulan madu yang diperpanjang. Dengan kata lain, saya mungkin nanti memiliki seorang tunangan yang mengajak saya keluar, memanjakan saya dengan coklat dan bunga bungaan (Saya ketika itu berkhayal seandainya ada bunga yang dikirimkan ke saya selama jam pelajaran pada hari Valentine) dan dengan siapa saya mungkin membangun sekumpulan memori untuk berbagi ketika kami sama sama beranjak tua.

    Komedi romantik mempunyai banyak hal untuk menjawabnya.

    Hal itu tidak terjadi. Yah, saya jatuh hati pada seseorang, Seyf, dan dia ingin melanjutkan hubungan ke tahap selanjutnya, tapi tidak berhasil. Saya bertemu dengan sejumlah pria lagi sesudah Seyf, tapi saya segera menyadari bahwa hanya ada sedikit kecocokan di antara kami, atau mereka malah tertarik dengan teman-teman saya, atau para pria itu ingin agar saya tampil lebih tradisionil (seperti misalnya Kamil, yang kagum pada kenyataan bahwa saya masih kuliah tetapi kemudian beranggapan bahwa pada akhirnya pendidikan itu tidak perlu, karena menurutnya, sebagai wanita tempat saya adalah di rumah), atau seseorang yang tidak begitu religious (seperti Mohamad, aka ‘Alan’, yang lebih memilih kalau saya ini seorang peminum, dan menyelinap pergi bersamanya ke Central Coast untuk sebuah liburan panjang).

    Like

  43. Orangtuaku sangat melarangku menikah sebelum lulus kuliah, karena mereka menginginkan aku untuk fokus pada pendidikanku. Bertunangan tidak masalah. Menikah, nanti dulu. Aku setuju. Aku tidak ingin menikah sebelum aku lulus. Aku ingin merasakan bekerja, menikmati kemandirian financial, berkelana. Mencari jati diriku dan mencari apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang, dan bertunangan. Aku sudah merencanakan itu semua: jatuh cinta setengah mati dengan seseorang dari universitas—atau mungkin seseorang dari perkumpulan Islamik atau Perkumpulan Turki, atau juga seseorang yang satu fakultas denganku—dan kemudian menikmati beberapa tahun masa tunangan (semua orang yang menikah yang aku kenal, mengatakan bertunangan rasanya seperti bulan madu tambahan). Dengan kata lain, aku memiliki tunangan yang mengajakku kencan, memanjakanku dengan limpahan coklat dan bunga (aku memiliki khayalan tentang bunga yang dikirim untukku sewaktu kelas sedang berlangsung saat hari Valentin) dan dengan seseorang yang bisa kuajak berbagi kenangan ketika kami tua nanti.

    Komedi romantis punya jawaban untuk semua pertanyaan itu

    Dan itu semua tidak terjadi. Yah, aku memang jatuh cinta dengan seorang pria, Seyf, dan ia menginginkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan hal itu tidak berakhir baik. Aku bertemu beberapa pria setelah Seyf, dan dengan cepat aku sadar kalau kami memiliki hanya sedikit kesamaan, atau mereka sedang tertarik dengan temanku, atau mereka ingin aku sedikit lebih tradisional (seperti Kamil, yang menghargai kenyataan bahwa aku sekolah tapi ia merasa sekolah bukanlah hal penting, dan tempatku adalah di rumah), atau tidak terlalu relijius (seperti Mohamad, aka ‘Alan’, yang lebih suka aku mabuk, mengunjungi klub malam dan menyelinap bersamanya untuk menghabiskan akhir minggu yang panjang di Central Cost).

    Like

  44. Orang tuaku bersikeras melarangku untuk menikah sebelum lulus dari universitas karena mereka ingin aku konsentrasi menyelesaikan pendidikanku. Mereka membolehkan pertunangan. Namun pernikahan harus ditunda. Aku setuju. Aku tidak mau menetapkan pilihan hidupku sebelum lulus kuliah. Aku ingin mulai bekerja, menikmati kebebasan finansial, dan berjalan-jalan. Terus mencari jati diriku dan mencari apa yang aku inginkan dalam hidup.

    Aku tidak keberatan untuk bertemu seseorang dan bertunangan. Aku sudah merencanakannya: jatuh cinta sekenanya dengan seseorang di universitas — mungkin lewat Perkumpulan Mahasiswa Islam atau Perkumpulan Mahasiswa Turki, atau dengan seseorang yang satu jurusan denganku — dan kemudian menikmati indahnya dua tahun bertunangan (semua kenalanku yang sudah menikah selalu berkata pertunangan adalah bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan memiliki seorang tunangan yang akan berkencan denganku, memanjakanku dengan coklat dan bunga (aku memiliki fantasi tunanganku akan mengirimkan bunga padaku saat kelas berlangsung di Hari Valentine) dan kami dapat membuat banyak kenangan berdua seiring kami tumbuh bersama.

    Kisah komedi romantis tentunya adalah penyebab utama semua bayanganku itu.

    Namun, semua itu tidak pernah terjadi. Yah, aku pernah jatuh cinta pada seseorang, Seyf namanya, dan ia ingin melangkah ke tahap berikutnya, tetapi sayangnya hubungan kami tidak berhasil. Aku berhubungan dengan banyak laki-laki setelah putus dengan Seyf, tapi aku kemudian sadar bahwa tidak ada satu pun dari para lelaki itu yang memiliki kecocokan denganku, atau mungkin mereka lebih tertarik dengan temanku, atau mereka ingin memiliki hubungan yang lebih tradisional (seperti Kamil, yang kagum karena aku belajar di pendidikan tinggi tetapi pada akhirnya ia berpikir itu tidak perlu karena tempatku yang seharusnya adalah di rumah), atau laki-laki lain yang tidak terlalu religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih menyukai jika aku ikut minum-minum, pergi ke klub malam bersama-sama, dan menemaninya menghabiskan akhir minggu yang panjang di Pantai Tengah)

    Like

  45. Orang tuaku melarangku menikah sebelum aku lulus dari universitas karena mereka ingin aku fokus pada studiku. Tidak apa-apa kalau bertunangan. Untuk menikah aku harus bersabar. Aku menyetujuinya. Aku tidak ingin terkekang sebelum aku lulus. Aku ingin mulai bekerja, menikmati uangku sendiri, bepergian. Menemukan jati diriku dan apa yang kuinginkan dalam hidup ini.

    Aku tidak keberatan bertemu seseorang lalu bertunangan. Aku pernah merencanakannya: jatuh cinta tak berdaya pada seseorang di universitas — mungkin melalui Perkumpulan Islami atau orang-orang Turki, atau dengan seseorang yang berada di fakultas yang sama denganku — dan kemudian menikmati beberapa tahun pertunangan yang penuh kebahagiaan (semua orang yang kukenal yang telah menikah berkata pertunangan seperti bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, Aku punya tunangan yang mengajakku kencan, memanjakanku dengan coklat dan bunga (Aku membayangkan bunga dikirim padaku selama pelajaran berlangsung di Hari Valentine) dan dengan siapa aku membangun banyak kenangan yang dibagikan selama kami menua bersama.

    Komedi romantis punya banyak jawabannya.

    Itu tak terjadi di kehidupanku. Yah, Aku dulu jatuh cinta pada seorang lelaki, Seyf, dan dia ingin meneruskan hubungan kami ke tahap selanjutnya, tapi tidak berhasil. Aku bertemu banyak lelaki setelah Seyf, tapi segera aku menyadari kami memiliki sedikit kesamaan, atau bahwa mereka sangat tertarik menjadi temanku, atau mereka ingin aku menjadi lebih tradisional (seperti Kamil, yang mengagumi kenyataan bahwa aku sedang belajar tapi akhirnya menganggap itu tak perlu, menyarankan bahwa tempatku adalah di rumah), atau kurang religius (seperti Mohamad, alias ‘Alan’, yang lebih suka jika aku minum, pergi nightclubbing dan menyelinap pergi dengannya ke Central Coast selama akhir pekan yang panjang).

    Like

  46. Orangtuaku menentang keras jika aku menikah sebelum tamat kuliah karena mereka ingin agar aku fokus pada kuliahku.Bertunangan boleh saja, tapi menikah sebaiknya ditunda dulu. Aku setuju. Aku tak ingin menikah sebelum tamat. Aku ingin bekerja dulu, menikmati kebebasanku secara finansial, dan bepergian. Mewujudkan impianku menjadi sosok yang kudambakan dan mendapatkan apa yang kuinginkan dalam hidup.

    Aku tak keberatan berkenalan dengan sesorang dan bertunangan. Telah kurencanakan semuanya: jatuh cinta dengan seseorang di kampus, mungkin lewat komunitas Islam dan Turki, atau dengan seseorang dari fakultas yang sama, lalu menikmati indahnya masa-masa tunangan selama beberapa tahun (setiap orang yang kukenal dan telah menikah bilang bahwa masa bertunangan layaknya suatu bulan madu yang diperpanjang). Dengan kata lain, aku akan punya tunangan yang mengajakku ke luar, melakukan apapun yang kumau dengan memberiku cokelat dan bunga ( kubayangkan ada bunga yang dikirim untukku di hari kasih sayang saat kuliah berlangsung. Dengannyalah aku bisa membangun semua kumpulan kenangan yang bisa kita bagi seiring bertambahnya usia.

    Komedi romantis adalah penyebab utamanya.

    Hal itu tak terjadi. Ya, aku sempat suka dengan seorang lelaki, namanya Seyf, dan dia ingin membawa hubungan kami ke jenjang selanjutnya, tapi gagal. Aku bertemu dengan banyak lelaki setelah hubunganku dengan Seyf, tapi aku segera sadar kalau kami hanya punya sedikit kesamaan, atau mereka lebih tertarik dengan temanku, mereka menginginkanku lebih tradisional, (seperti Kamil misalnya, yang tampak menyukaiku kuliah tapi berpikir bahwa itu semua pada akhirnya tidaklah penting, serta menyuruhku tinggal di rumah saja), atau yang tidak terlalu religius (seperti Mohamad, alias Alan yang lebih suka jika aku minum, pergi ke klub malam atau secara sembunyi-sembunyi pergi berdua dengannya ke Central Coast untuk libur akhir pekan yang panjang).

    Like

Comments are closed.